Contoh Kritik dan Esai dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/SMK Kelas XII
Contoh
Kritik dan Esai
Contoh Esai
Kebangkitan
Tradisi Sastra Kaum Bersarung
Penulis:
Purwana Adi Saputra
Selama
ini, entah karena dinafikan atau justru karena menafikan fungsinya sendiri, kaum
pesantren seolah tersisih dari pergulatan sastra yang penuh gerak, dinamika,
juga anomali. Bahkan, di tengah-tengah gelanggang sastra lahir mereka yang
menganggap bahwa kaum santrilah yang mematikan sastra dari budaya bangsa. Di
setiap pesantren, kedangkalan pandangan membuat mereka menarik kesimpulan picik
bahwa santri itu hanya percaya pada dogma dan jumud.
Mereka
melihat tradisi hafalan yang sebenarnyalah merupakan tradisi Arab yang disinkretisasikan
sebagai bagian dari budaya belajarnya, telah membuat kaum bersarung ini
kehilangan daya khayal dari dalam dirinya. Dengan kapasitasnya sebagai sosok
yang paling berpengaruh bagi transfusi budaya bangsa ini, dengan seenaknya
ditarik hipotesis bahwa pesantrenlah musuh pembudayaan sastra yang sebenarnya.
Kaum bersarung adalah kaum intelektualis yang memarjinalkan sisi imaji dari
alam pikirnya sendiri. Pesantren adalah tempat yang pas buat mematikan khayal.
Pesantren adalah institut tempat para kiai dengan
Contoh
Esai
Perda
Kesenian dan Rumah Hantu
Oleh:
Teguh W. Sastro
Beberapa
waktu lalu Dewan Kesenian Surabaya (DKS) melontarkan keinginan agar Pemkot
Surabaya memiliki Perda (Peraturan Daerah) Kesenian. Namanya juga peraturan, dibuat
pasti untuk mengatur. Tetapi peraturan belum tentu tidak ada jeleknya. Tetap
ada jeleknya. Yakni, misalnya, jika peraturan itu justru potensial destruktif.
Contohnya
jika dilahirkan secara prematur. Selain itu, seniman kan banyak ragamnya. Ada
yang pinter (pandai) dan ada juga yang keminter (sok tahu). Oleh karenanya,
perten- tangan di antara mereka pun akan meruncing, misalnya, soal siapa yang
paling berhak mengusulkan dan kemudian memasukkan pasal-pasal ke dalam
rancangan Perda itu. Sejauhmana keterlibatan.
Seniman di dalam proses pembuatan Perda itu,
dan seterusnya. Itu hanya salah satu contoh persoalan yang potensial muncul
pada proses pembuatan Perda itu, belum sampai pada tataran pelaksanaannya. Hal
ini bukannya menganggap bahwa adanya peraturan itu tidak baik, terutama
menyangkut Perda Kesenian di Surabaya. Menyangkut sarana dan prasarana,
misalnya, bolehlah dianggap tidak ada persoalan yang signifikan di Surabaya. Akan
tetapi, bagaimana halnya jika menyangkut mental dan visi para seniman dan
birokrat kesenian sendiri?
Komentar
Posting Komentar